Oleh Zulfata
Judul tulisan ini biasanya menjadi pusat incaran bagi kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang mengikuti intermediate training (Lk-2). Bahkan tidak jauh ada peserta training LK-2 tidak merasa puas saat tidak mendapat sesuatu yang baru dari meteri dan pelatihan terkait ideologi politik dan strategi (ideopolstratak). Pada posisi inilah varian ideopolstratak dapat hidup di dalam pelaksananaannya, baik di dalam forum HMI maupun di luar forum.
Dalam forum HMI misalnya, tak jarang ideopolstratak HMI tidak ditemukan esensinya, bahkan tidak memiliki tolak ukur yang jelas terkait kapasitas apa yang hendak dimiliki oleh peserta. Demikian pula di luar forum HMI, ideopolstratak HMI justru tak cocok digunakan bagi kader HMI-HMI-an. Bagi kader HMI-HMI-an, ideopolstratak HMI hanya menarik untuk didiskursuskan, tetapi tak relevan untuk diaplikasikan, terlebih dalam kondisi politik Indonesia hari ini yang menggiring manusia berpolitik untuk memakai ideopolstratak liberal dan yang serumpun dengannya.
Sebelum mengklasifikasikan pembelajan ideopolstratak di tubuh HMI, Kajian ini terlebih dahulu menyasari apakah ideologi HMI itu? Apakah strategi HMI itu? Sehingga bagaimankah kawasan politik atau geopolitik HMI? Serta dari manakah hulu dan hilir dari politik HMI? apa saja yang menjadi ancaman bagi ideologi HMI? bagaimana upaya penguatan perwujudan ideologi HMI? Serta bagaimana bentuk konkret dinamika politik khasnya HMI?
Tanpa mengurai ideologi dari sisi etimologi, ideologi merupakan sebuah gagasan manusia yang mengandung spirit perjuangan kolektif untuk mencapai cita-cita yang berideolog. Ideologi bukan sekeder pemahaman dari sekelompok manusia. Ideologi bukan slogan politik, dan bukan praktik politik praktis, ia memiliki sejumlah nilai filosofis dan memberikan daya wujud yang terukur, tersistem yang kemudian dapat menjadi cara pikir dan cara pandang bagi penganutnya dalam menghadapi berbagai agenda perjuangan.
Biasanya kelahiran ideologi berangkat dari pemikiran satu sosok atau akumulasi pemikiran beberapa sosok. Pergolakan pemikiran sosok atau antar sosok ini kemudian memberikan lapisan-lapisan cara berfikir dan membuka jalan bagi pengikutnya untuk merentangkan cara pencapai tujuan yang kemudian dikenal dengan istilah strategi. Pergelokan pemikiran dari sosok yang memicu ideologi tersebut bukan datang dari ruang hampa, ia muncul dari situasi dan kondisi sekitar yang merespons kehidupan umat manusia dalam memenuhi hajat hidup bersama sesuai apa yang dicita-citakan.
Banyak nilai yang disusun dalam perumusan ideologi, tahapannya telah melalui struktur filosofi dengan melewati tahapan ontologi, epistemologi dan ontologi. Melalui ideologi tersebut, penganut akan mendapat suatu daya kekuatan kolektif, apakah itu dalam hal cara pandang yang visioner, cara pandang tentang dunia, hingga karakter militan dan fokus dalam mencapai sasaran atau tujuan ideologi itu dibangun.
Memahami ideologi, varian dan perkembangan suatu ideologi tentu tidak dapat melalui satu bantalan ilmu semata, ia membutuhkan cara paham yang multi-tisektor. Sebab dampak atau mekanisme kerja sebuah ideologi dapat merambah ke berbagai hal yang dialami manusia, dengan tidak menyebutnya bahwa ideologi sebagai pintu masuk dalam mengelola umat manusia. Dengan ideologi, manusia mendapat anak tangga mencapai harapan hidupnya, sebaliknya tanpa ideologi, manusia akan berpotensi menjadi pemangsa atau di mangsa oleh sesamanya.
Keberadaan atau corak ideologi sangat tergantung dari di mana kawasan ideologi tersebut muncul, karena banyak faktor yang melatarbelakangi terciptanya suatu ideologi. Pemahaman sedemikianlah yang menjadikan ada berbagai ideologi dunia yang semenjak sebelum perang dunia pertama hingga masa kini terus diperbincangkan, ditambah lagi dengan bagaimana pula suatu ideologi tersebut mengalami peremajaan atau dengan tidak menyebutnya manipulasi ideologi dalam ideologi. Manipulasi ideologi dalam ideologi ini misalnya dapat dipahami dari corak ideologi China saat berhadapan dengan Amerika melalui strategi perang dagang yang memuncak pada tahun 2020 (sampai saat ini).
Singkatnya, di hadapan kita saat ini, ada beberapa ideologi dunia yaitu ideologi islamisme, komunis, kapitalis bahkan ada yang mengkategorikan Pancasila juga sebagai ideologi yang sejajar dengan ideologi dunia tersebut (meskipun saat mencermati politik internasional di tahun 2021 sungguh tidak memungkinkan keputusan politik internasional dikomandoi oleh nilai-nilai Pancasila). Masing-masing negara, baik yang telah berdaulat atau sedang menuntut kedaulatan. Ideologi menjadi bahan bakar perjuangan bagi setiap negara. Demikian pula masing-masing negara di dunia memiliki penggairah ideologi, baik yang mengambil peran lokomotif, provokatif hinggga mengakumulasi semua peran melalu cara hidupnya sendiri. Sehingga seorang yang mengakumulasi semua nilai dan peran ideologi tersebut dikenal dengan sebutan sang ideolog.
Tanpa menyebut siapa sang ideolog komunis, siapa sang ideolog kampitalis, siapa sang ideolog islamisme, juga siapa sang ideolog Pancasila atau siapa sang ideology HMI. Dalam perkembangan negara yang hidup dengan ideologinya masing-masing tak lepas juga dari upaya manipulasi atas nama ideologi. Misalnya, coba pahami kondisi Indonesia masa oder baru (orba) dimana Soeharto memiliki kuasa utuh menjadikan Pancasila sebagai tameng kekuasaannya, sehingga menciptakan strategi politik yang seolah-olah kebangkitan Pancasila berada di masa kepemimpinan Soeharto.
Demikian pula usaha Soeharto yang disebut-sebut sebagai sosok yang ingin menghilangkan peran Soekarno dalam kebangkitan ideologi Pancasila di Indonesia. Ditambah lagi dengan peristiwa di sekitar tahun 1980-an Soeharto menciptakan kebijakan azas tunggal, apakah kebijakan ini semata-mata memperkuat gairah ideologi Pancasila bagi seluruh pelaku organisasi di Indonesia? atau menabur jaring otoritarian agar organisasi tidak ada yang melawan rezim orba. Belum lagi bagaimana kebijakan pemerintah orba yang mengatasnamakan Pancasila dalam membajak Indonesia melalui strategi politik pemerintah.
Selip pertanyaan iklan sedikit, apakah HMI hari ini juga sedang mewariskan strategi politik Soeharto dalam artian bahwa berjuang di HMI dengan mengatasnamakan Nilai Dasar perjuangan (NDP/NIK) hanya sebatas upaya manipulatif ideologi tetapi aktif menabur politik kebinatangan? Jawaban ini penulis serahkan pada pembaca. (Bersambung ke bagian selanjutnya)