Oleh Zulfata, M.Ag
Direktur Sekolah Kita Menulis (SKM)
Filsafat Aceh merupakan sebuah studi yang berbicara dua hal, yaitu filsafat dan Aceh. Memang dua hal ini tampak tak begitu menarik jika dibandingkan dengan trend digitalisasi yang terus berkembang pesat dari masa ke masa. Meskipun demikian, eksistensi filsafat harus terus dihidupkan mesti ia tidak lagi dipandang sebagai suatu yang populer. Prinsipnya, tak selama yang trend atau populer itu menggiring pada praktek kebijaksanaan. Pengertian umum yang memaknai filsafat sebagai nama lain dari cinta kebijaksanaan menjadikan filsafat sebagai sesuatu yang dapat dihubungkan dengan variabel atau objek apapun. Termasuk menghubungkannya dengan Aceh.
Upaya menjadikan filsafat Aceh sebagai studi atau sebuah konsep yang utuh bukanlah sesuatu yang langsung turun dari langit, atau dengan seketikanya tercipta. Aspek epistemologinyapun turut dihadirkan. Mulai bicara sumber, metodelogi, sebab akibat, validitas berikut dengan dialetikanya seiring perkembangan zaman. Misalnya secara sumber. Filsafat Aceh ini akan dibicarakan minimal berangkat dari dua sumber yang terdiri dari teks dan konteks.
Artinya apapun yang dibahas terkait filsafat Aceh ini berlandaskan informasi yang disampaikan melalui teks (tulisan/dokumen atau nash), hingga hal-hal yang bersifat konteks (kekinian). Sehingga rentang kajian filsafat Aceh memiliki lingkup yang luas. Kajian filsafat Aceh tidak dibahas hanya sebatas problem historis, politik, budaya atau ekonomi, melainkan memahami filsafat Aceh dari berbagai sisi yang kemudian kaitannya dengan eksistensi ke-Aceh-an.
Salah satu faktor yang menyebabkan lahirnya filsafat Aceh ini dilatari oleh banyaknya studi terkait Aceh yang diangkat oleh berbagai kalangan, apakah itu dari kalangan orang Aceh sendiri maupun kalangan dari orang luar Aceh. Demikian pula perspektif yang digunakan saat mengupas ke-Acehan-pun tidak sedikit jumlahnya. Namun demikian arah filsafat Aceh yang dikemas dalam kelas filsafat Aceh ini adalah suatu upaya untuk menggali dan menemukan nilai-nilai kebijaksanaan terkait ke-Aceh-an yang pernah diangkat dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Apakah itu bersifat kebijaksanaan yang disampaikan dalam pendekatan historis, kekuasaan, ekonomi atau lain sebagainya.
Lebih dari itu, kelas filsafat Aceh ini terus berupaya menghidupkan atau membumikan nilai kebijaksanaan yang terdapat di Aceh dari masa ke masa. Sehingga kajian-kajian yang disampaikan di dalamnya juga melihat tantangan yang dialami Aceh, baik pada saat ini hingga di kemudian hari. Tanpa adanya gerakan untuk terus membicarakan filsafat Aceh, maka dikhawatirkan Aceh sebagai sebuah daerah yang “istimewa” akan kehilangan jati dirinya untuk mencapai visi dan misi kedaerahannya. Demikian pula ketika Aceh sebagai sebuah khazanah akan menjadi sebuah fakta sejarah belaka, hingga tidak dipandang untuk mampu mendesain dan mengontrol khazanah baru untuk Aceh masa di masa depan.
Terdapat kajian filsafat Aceh yang mungkin berbeda secara simbolik atau formil dengan kajian filsafat lainya. Misalnya adanya kajian filsafat Yunani, Islam, Barat, Timur, Hingga filsafat Jawa atau filsafat daerah lainnya. Tanpa menguraikan jaringan besar dari sebuah kajian filsafat di dunia, kajian filsafat Aceh berusaha untuk membahas Aceh secara berkelanjutan terkait berbagai aspek yang mempengaruhinya.
Hipotesa dalam merumuskan filsafat Aceh ini menurut penulis bahwa situasi Aceh akan terus berubah-ubah, bukan sekedar faktor alamiah dari ekologi atau peristiwa kosmologi, tetapi juga erat kaitannya dengan faktor kekuasaan. Terkadang dari sisi ini kajian filsafat Aceh dianggap sama halnya dengan kajian filsafat sejarah Aceh. Padahal tidak sedemikian, jika kajian filsafat sejarah Aceh adalah bicara filsafat khusus sejarah Aceh, tetapi beda halnya dengan kajian filsafat Aceh yang membahas segalanya terkait Aceh.
Lantas, siapakah yang memiliki otoritas terkait membahas filsafat Aceh? Tentu dalam kajian ini tidak ingin terjebak siapa yang paling otoritas, melainkan hadirnya kajian ini berusaha untuk mendorong semua manusia, terutama masyarakat Aceh untuk menggali dan menemukan eksistensi ke-Aceh-an yang kemudian dapat berguna dalam kehidupan praktis kemasyarakatan. Apakah itu untuk merumuskan kebijakan atau untuk mendorong tercapainya tujuan bernegara di bawah naungan ideologi Pancasila. Atas dasar kajian filsafat Aceh inilah senantiasa sub-tema yang dibahas dalam kajian ini mengulas terkait 14 hal yaitu:
- Pengertian dan Konsep Filsafat Aceh
- Dialetika Pemikiran di Aceh
- Perkembangan Studi Teologi di Aceh
- Konstruksi Kebudayaan di Aceh
- Konfigurasi Perpolitikan di Aceh
- Konstruksi Pendidikan di Aceh
- Tipologi Manusia di Aceh
- Militansi & Kearifan di Aceh
- Demografi dan Solidaritas Aceh
- Kekhususan Aceh
- Ekonomi & Sumber Daya Alam di Aceh
- Pemuda & Pemerintahan Ace
- Studi Komparasi Karya Ke-Acehan
- Jurnalisme di Aceh
Adanya kajian filsafat Aceh ini dapat dimungkinkan untuk menumbuhkan kesadaran ke-Aceh-an bagi siapapun profesinya, terutama bagi para penguasa di Aceh. Sehingga melalui kesadaran terkait filsafat Aceh ini pula Aceh tidak dihuni atau dikelola secara ugal-ugalan tanpa memahami prinsip ke-Aceh-an yang jelas di setiap tantangan yang dihadirkan oleh praktik pasar global, apakah itu bersifat material maupun non-material.
Dari sisi kontekstualisasi misalnya, kajian filsafat Aceh berusaha untuk mengintip bagaimana Aceh memahami apa yang disebut bonus demografi seperti apa yang dipikirkan oleh sosiolog, atau pengamat ekonomi politik. Dalam hal ini apakah kajian filsafat Aceh mampu mengetahui lebih dini secara presisi (akurat/tepat) terkait Aceh di masa depan, atau justru terbawa arus dalam kekosongan visi di balik framing teori yang dibawa oleh khazanah ilmu pengetahuan di luar khazanah Aceh.
Dengan demikian, hadirnya kelas filsafat Aceh ini senantiasa memberi wadah bagi masyarakat Aceh, terutama bagi generasi muda yang ingin mendalami ke-Aceh-an yang kemudian dapat memberikan sumbangsih bagi perubahan Aceh yang semakin hari semakin terus-menerus memberikan kedamaian dan kesejahteraan bagi seluruh isi alam semesta.