Notification

×

iklan dekstop

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Gelagat Politik Ketum Parpol Menuju 2024

Minggu, 03 Juli 2022 | Juli 03, 2022 WIB Last Updated 2022-07-03T07:10:35Z



Oleh : Zulfata
Pendiri Sekolah Kita Menulis (SKM)


Perilaku ketua umum (ketum) partai politik (parpol) di tanah air menarik untuk dicermati. Hal ini bukan saja terkait bagaimana strategi mereka dalam mencitrakan kekuatan politiknya di ruang publik, tetapi juga terkait bagaimana mereka terus berupaya menciptakan terobosan untuk membangun posisi tawar partai. Gelagat politik ketum parpol ini sudah terdeteksi hasrat politiknya usai Pilpres 2019 di mana pada masa itu koalisi gemuk terbangun. Di tengah perjalanan kepemimpinan presiden Joko Widodo jilid dua, koalisi gemuk pun kembali meretakkan diri sembari meramu strategi dalam merebut atau mempertahankan kekuasaan menuju 2024.

Gambaran umum terkait eksistensi parpol di atas secara tidak langsung ingin menyampaikan bahwa ketum parpol tampak tidak ingin lengah dalam melihat peluang-peluang kekuasaan. Sikap masuk dan keluar dari kabinet presiden dapat saja mereka lakukan asalkan dapat memperpanjang nafas kekuasaan parpol mereda. Jauh sebelum Pilpres, mereka sudah merencanakannya dengan matang terkait jalan politik partainya. Menjelang Pilpres, mereka aktif melakukan terobosan-terobosan dengan berbagai propaganda yang di mainkannya. Usai Pilpres, mereka pun terus mempersiapkan diri untuk mengambil peluang politik di Pilpres ke depannya. Serangkaian proses politik yang berkelindan inilah yang patut terus diangkat di ruang publik. Paling tidak, dengan diskursus terkait ini dapat membuka eskalasi pencerdasan politik bagi publik.

Sejatinya setiap tahun adalah tahun politik bagi ketum parpol, begitu pula dengan sikap yang ditampilkannya di ruang publik yang penuh dengan trik dan intrik. Pada posisi inilah penulis mempercayai bahwa siapapun ketum parpol yang terpilih kemungkinan memiliki daya kreatifitas dalam melihat peluang kekuasaan. Lihat saja misalnya pada praktik pembentukan prakoalisi atau aliansi partai politik yang mereka pola sebelum Pilpres 2024. Dampak dari ini, beberapa poros aliansi parpol bermunculan sembari menampilkan sosok presiden yang mereka calonkan. Apakah poros aliansi parpol tersebut nantinya dapat bertahan ketika sampai puncak, atau melebur di tengah jalan? Jawabannya adalah tidak ada yang mampu menjamin kepastian bersama dalam aliansi sebelum Pemilu usai. Fakta bagi-bagi kekuasaan usai Pilpres 2019 cukup memberi bukti bahwa pada akhirnya dominan parpol akan bersatu dan rakyat masih menyisakan residu di antara sesamanya. Sungguh guru yang berharga dalam berpolitik adalah pengalaman politik itu sendiri.

Apa yang dilakukan keluarga besar parpol di bulan Juli 2024 sungguh jauh berbeda dengan awal tahun 2024. Di bulan Juli, mereka hampir mengerucut pada sosok calon presiden (capres) yang memiliki elektabilitas tinggi, dan menahan diri untuk memaksakan ketum parpolnya untuk dicalonkan sebagai capres. Beda halnya di bulan Januari 2024 di mana foto-foto ketum parpol terpampang menyapa publik sembari memberi isyarat bahwa mereka akan maju sebagai calon presiden.

Benang merah dari pemaparan di atas bahwa dalam berpolitik berbagai kemungkinan dapat terjadi. Dalam rentang satu tahun, gelagat ketum parpol dapat berubah drastis. Hal ini menandakan bahwa gerakan politik parpol tampak semakin lentur meski terus membentur antar sesamanya. Kelenturan sikap politik ini jika dihadapkan dengan jargon politiknya parpol tampak menjadi dilematis bagi rakyat. Artinya bahwa bagi parpol yang masih lemah (di bawah Presidential Threshold 20 persen) tampak tak memiliki jalan lain selain untuk menyusu kekusaan di bawah parpol yang telah mencapai Presidential Threshold.

Di hadapan kekuasaan lima tahunan, jargon parpol seperti nasionalis, religius menjadi tak berdaya menghadapi tiket pencalonan presiden, ia hanya dapat dijadikan sebagai pintu persuasif publik akar rumput. Semua jargon tersebut pada akhirnya tunduk di bawah kekuasaan partai pemenang Pemilu. Meski partai pemenang Pemilu tidak abadi dalam berkuasa, paling tidak ketum parpol pemenang Pemilu telah mendapat modal politik yang strategis untuk Pemilu selanjutnya. Kini, dua tahun menuju tahun 2024, gelagat ketum parpol tampak terus bersaing, bersilaturahmi, bahkan berkoalisi untuk sama-sama mendapatkan kekuatan Presidential Threshold. Kepentingan dalam berkoalisi bukan saja sebagai syarat administrasi untuk dapat mengikuti Pemilu di tahun 2024, tetapi jauh dari itu adalah parpol ingin merasakan betapa kuatnya ketika mendapat kesaktian tunggal saat memenuhi presidensial threshold.

Hari terus berjalan, sosok calon presiden dan wakil presiden terus dibongkar pasang dalam rangka mendapat kemenangan di tahun 2024, baik kemenangan yang secara koalisi parpol maupun kemenangan di internal parpol. 2024 kini dimaknai bukan sekedar angka tahun, jauh dari itu 2024 telah dijadikan angka peluang politik yang sedang mempengaruhi gelagat politik ketum parpol dalam mengukur kekuatannya di puncak 2024. Oleh karena itu, 2024 adalah garis waktu yang nantinya akan memberikan informasi terkait siapa parpol yang bertambah sakti, setengah mati atau mati.

Diakui atu tidak, bahkan sudah menjadi rahasia umum. Personalisasi pada parpol telah terpatri kuat di benak publik. Parpol cenderung bukan lagi organisisi perjuangan politik bersama bagi pengurus dan rakyat, tetapi sudah berubah menjadi partainya sosok dengan tidak menyebutnya partai keluarga. Atas nama mandat politik, garis komando politik sudah tampak jelas. Sehingga dominan ketum parpol saat ini sudah lincah dan tegas saat menghadapi pihak-pihak yang ingin bermanuver atau melakukan kudeta. Para ketum parpol saat ini didorong untuk tidak lengah mengurus parpolnya, di tambah lagi bahwa fenomena kader parpol sulit mendapat elektabilitas bagi rakyat. Sehingga sosok yang cenderung diperjuangkan sebagai calon presiden cenderung tidak diorbit secara murni dari proses kaderisasi partai politik. Ditambah lagi, menjadi pekerjaan rumah bagi parpol dalam menghadapi fenomena rendahnya elektabilitas ketum parpol sebagai calon presiden.

Atas realitas perkembangan parpol yang komplek inilah secara tidak langsung mempengaruhi gelagat politik ketum parpol dalam memposisikan partainya dalam menghadap arah mata angin kekuasaan menuju 2024. Sementara ini, gelagat ketum parpol ada yang tampil aktif di media sosial, ada yang aktif bersilaturahmi ke berbagai parpol, bahkan ada yang enggan menjalin konsolidasi politik dengan beberapa parpol. Gelagat politik ketum parpol memang mengundang misteri kekuasaan, gelagat politik ketum parpol memang menyulut kemunculan kemungkinan hal yang baru. Namun jauh dari itu, yang terpenting dan harus digarisbawahi adalah kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia jangan sempat menjadi ilusi dari Pemilu ke Pemilu.