Notification

×

iklan dekstop

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Berhala (Mentor) DON

Sabtu, 19 Februari 2022 | Februari 19, 2022 WIB Last Updated 2022-02-19T12:30:57Z



Oleh Zulfata, M.Ag
Penulis buku “Bubarkan HMI?”


Sebagai seorang penulis yang masih merangkak-rangkak dalam meniti kehidupan fana ini, dan juga sebagai pembaca harian Kompas. Ketika membuka lembaran koran tersebut, saya menemukan dan tergugah pada isi kolom Karier Experd” (Edisi, 19/02/2022). Memang kekurangan saya adalah tak bisa memendam pemikiran strategis tanpa menuangkannya dalam bentuk tulisan. Judul dalam kolom itu sangat menarik buat saya, tentu tidak menarik bahkan dapat dianggap sampah bagi yang bertolak belakang dengan apa yang dituliskan pada kolom tersebut. Judul kolomnya adalah “Hubungan Mentor-Mentee”. Konten ini bukan sesuatu yang sulit ditemukan, dan bukan pula sesuatu yang sangat luar biasa saat membacanya. Jadi, tulisan ini bisa dianggap biasa-biasa saja bagi yang mati rasa dalam memperbaiki generasi bangsa di hari ini maupun di masa yang akan datang.

Masih seputar kolom tulisan yang berjudul “Hubungan Mentor-Mentee”, di awal paragraf tulisan tersebut langsung menyebut nama Dahlan Iskan, seseorang yang telah sukes dalam membangun karier dengan berbagai perusahaan yang ia rintis. Dari sini mungkin penulis berasumsi bahwa tidak siapapun yang meragukan kesuksesan sosok yang bernama Dahlan Iskan. Untuk itu tepat sekali bahwa penulis kolom itu membuka tulisannya melalui pernyataan Dahlan Iskan bahwa mentor itu keberadaannya sangat penting, bahkan menurut Dahlan Iskan seorang mentor dapat dijadikan rule model dalam berkarier.

Dalam kehidupan berorganisasi, terlebih dalam perusahaan, keberadaan mentor sangat strategis dan dibutuhkan, sesuai ungkapan “The role of the mentor is to help the mentee develop their quality of thingking, and help them to put it in comtext”. Dari ungkapan ini secara tidak langsung idealnya dalam proses mentoring si mentee (yang dimentor) harus mampu memahami dirinya sendiri dalam mengumpul kekuatan dalam mencapai kesuksesan. Sebaliknya si mentee tidak boleh mengerdilkan dirinya di hadapan mentor sehingga si mentee merasa kecil tak berdaya di hadapan mentor. Dari tulisan ini belum sampai pada makna memberhalakan mentor ya, he he.

Mengurai persoalan mentor setidaknya ada dua hal minimal yang harus dikupas tuntas, yang pertama adalah mentor, dan yang kedua adalah mentee. Proses yang dibangun antara mentor dan mentee disebut dengan mentoring (mentorship), bahkan ada yang meneybutnya coaching. Proses mentorship bukanlah program pelatihan skill, tetapi adalah hubungan sama-sama membangun kualitas diri antara mentor dengan mentee. Artinya kualitas sama-sama terbangun di antara keduanya tanpa mentor memandang rendah si mentee dan si mentee hanya merasa berserah diri pada keputusan atau arahan mentor.

Azas manfaat membangun kualitas diri harus sama-sama terbangun dalam hubungan kedua belah pihak. Mentor berbagi pengalaman dan membuka cakrawala kehidupan kepada mentee, dan mentor juga harus belajar dari kehidupan atau masalah baru yang ada pada mentee. Sehingga mentor dan mentee sama-sama masuk ke dalam proses pembelajaran hidup. Bukan mentor justru bersikap militeristik kepada mentee, atau sebaliknya mentee melakukan perlawanan kepada mentor. Intinya hubungan mentor dan mentee adalah proses pembelajaran yang dibangun atas ketulusan memperbaiki kualitas diri, bukan sama-sama memuluskan akal bulus dalam proses mentorship.

Apa saja yang dibangun antara mentor dan mentee? Dari sekian aspek yang dibangun adalah aspek empati, pengalaman, pembelajaran, jaringan hingga soal rancangan hidup di masa depan. Jadi, hubungan mentor dan mentee bukan saja dijalankan dalam proses dunia kerja atau dunia politik jangka pendek. Meski ada pihak yang menyangkal bahwa setiap sektor memiliki mentornya masing-masing. Misalnya mentor bisnis, mentor politik, mentor pendidikan, mentor percintaan, hingga mentor meraup uang dengan menghalalkan segala cara. Ha, ha, ha.

Yuk kembali fokus ke kajian, benar memang setiap sektor ada mentormya, tetapi prinsip mentorship tersebut sama-sama membuka diri, tidak memandang si mentee lebih kecil, dan tidak pula menjadikan mentor seperti berhala yang tak boleh disalahkan dan mesti terus diikuti kemauangnya, disembah-sembah, mesti batas-batas moral pun dihalalkannya demi kepentingan kebinatangan. Astahgfirullah, ampunkanlah dosa mentee dan mentor yang berproses dengan sedemikian ya Allah. Amin ya rabbal’alamin.

Tegas, proses mentorship adalah proses profesionalitas dan win-win. Sembari mentee terus memperdalam permasalahan untuk mendapatkan kekuatan, mentor juga harus demikian, tidak boleh memanfaatkan permasalahan yang dialami mentee sebagai panggung uji kekuatan diri atau gila citra hingga tanpa sadar mentor hampir tak ada bedanya dengan berhala. Mentor bisa saja membangun sugesti dan kesadaran dirinya bahwa ia adalah sosok penyelamat kehidupan mentee dari semua lini kehidupan mentee, hingga mentee dengan kekerdilannya menyikapi mentor tak ada bedanya dengan seperti memberhalakan mentor.

Seorang mentee semestinya harus menyadari bahwa kariernya masih panjang, demikian juga mentor harus sadar bahwa inovasinya kemungkinan akan menua jika tanpa bejar dari mentee. Proses mentorship yang nantinya berpengaruh pada persoalan kepemimpinan tidak akan bertahan lama ketika salah satu posisi mentor dan mentee harus dimanfaatkan(dikorbankan) secara kepentingan praktis. Lantas apakah tidak boleh yang muda mencari mentornya? Jawabannya adalah harus ada mentor agar proses pembimbingan menyikapi hidup dan merancang masa depan lebih tajam. Yang harus diwaspadai adalah ketika proses mentoring justru mentee dijadikan mainan, angin-anginan dan alat perintah bagi sang mentor. Perilaku mentor seperti inilah yang penulis sebut sebagai mentor berhala.

Seiring dengan itu, ada yang lebih unik, posisi mentor hampir disamakan dengan apa yang disebut don, lebih tepatnya harus ditulis dengan huruf besar (kapital) yaitu “DON”. Dalam dunia berorganisasi, semua pelaku organisasi ingin dan terobsesi untuk menjadi DON, sebab siapa yang menjadi DON ia akan ramai pengikut, DON tidak akan mendapat sanggahan, semua perkataannya dianggap sebagai perintah. DON tak pernah salah, DON tak boleh diajari, DON harus dilayani, DON harus diikuti semua kemauannya, pada akhirnya DON disembah, dijadikan berhala.

Penulis tidak ingin menguraikan bagaimana proses pemaknaan berhala atau memberhalakan manusia, silakan telusuri saja dalam tulisan Cak Nur atau temukan pembelajaran dari kisah seorang nabi yang menghancurkan patung yang kemudian dijadikan berhala oleh umat manusia. Penulis tidak juga mempertegas bahwa di balik ada praktek memberhalakan ini terselip peluang bisnis. Maksudnya, bagi siapapun yang melarang untuk menghancurkan berhala, pasti mereka adalah barisan yang mengambil keuntungan lebih dari praktek berhala tersebut. Dalam sejarah peradaban Islam telah menjadi bukti bahwa pihak yang menolak untuk menyembah berhala, atau melayani permintaan dan kebutuhan berhala adalah pihak para pembuat patung (baca kisah melawan berhala dalam sejarah peradaban Islam. Cukup begitu saja yang penulis singgung terkait khazanah terkait berhala.

Akhirnya, penulis ingin bertanya kepada pembaca bahwa mungkinkah perbaikan generasi akan terjadi ketika proses mentoring dalam berorganisasi yang menguat bukannya kesadaran dan penguatan tindakan moral, melainkan justru yang terjadi adalah pewarisan memberhalakan mentor atau DON? Pada kesempatan ini pula penulis mengajak pembaca bahwa di era dunia tanpa batas ini, di dunia serba canggih ini, kini organisasi manakah yang pembaca temukan masih adanya praktik memberhalakan mentor atau DON? Silakan pembaca jawab sendiri, sebab penulis tidak ingin menjadi berhala dalam memberikan jawaban.