Oleh Zulfata
Tikus, sejenis hewan dan terkadang juga disandingkan dengan perilaku manusia. Dalam sejarah bangsa Indonesia, tikus pernah menjadi ancaman bagi para petani. Tikus menyerang tanaman padi sehingga petani mengalami gagal panen. Ekonomi timpang, bantuan dari pemerintah tak cukup. Akibatnya, tikus dibasmi dengan berbagai jenis racun. Ada pula dengan cara membakar sarang tikus, intinya, tikus harus tetap dibunuh agar tidak menganggu kesejahteraan dan kenyamanan manusia.
Tidak semua jenis tikus menjadi ancaman bagi manusia, ada juga tikus yang mungil, kulitnya lembut selembut sutra, diberikan kandang yang unik serta diberikan makanan special. Bahkan tikus jenis ini diajak tidur, diajak bermain, diajak menghibur orang lain yang sedang mengalami kesedihan, bahkan tikus juga diperjual-belikan sebagai hewan peliharaan atau percobaan di laboratorium. Selain itu, ada juga banyak warna pada tikus, ada yang berwarna putih, hitam atau abu-abu. Demikian pula bentuknya, ada yang besar dan ada pula yang kecil, semuanya tergantung dimana daerah asal tikus tersebut, selain itu juga dipengaruhi oleh gennya tikus.
Mencermati tikus, terkadang ada sisi menariknya, terutama dari sisi karakter tikus. Tikus dianggap simbol keserakahan, melahap apa saja yang dapat dilahapnya. Tikus melahap kain, uang kertas, makanan, botol minuman, tanaman, hingga buah-buahan. Ada kalanya tikus memakan semua benda yang dimakannya, dan ada kalanya pula hanya sebatas mencicipi. Dalam proses memangsa makanan atau melahapnya, tikus tampak cerdik, ia dapat menyelinap dalam kesunyian, ia dapat hening dalam keramaian. Tikus jarang memakan sesuatu di hadapan orang banyak, ia selalu berusaha untuk memanipulasi keadaan, ia berlari cepat menyusuri sudut-sudut rumah atau selokan saat umat manusia ingin menangkapnya. Intinya tikus memiliki kecerdikan dan kreatifitasnya tersendiri.
Setelah memahami seluk-beluk terkait tikus dan perilakunya, rupanya ada jenis tikus bertubuh manusia. Badannya manusia, karakternya seperti tikus. Ini bagian upaya untuk tidak menyebut sebagai manusia tikus. Jika tikus manusia diartikan sebagai tikus yang dimiliki oleh manusia, maka manusia sebagai tikus sama artinya dengan manusia yang berperangai layaknya tikus. Kebangkitan perilaku tikus terhadap jasad manusia kemudian akan menghantarkan pemahaman tikus berpeci.
Tikus berpeci adalah sejenis tikus yang terampil menggunakan peci, tikus berpeci ini terampil berpidato, terampil berceramah, terampil menebar pencitraan, juga terlahir sebagai entitas yang terdidik. Tikus berpeci tidak sama dengan tikus liar yang menyerang tanaman atau padi para petani. Namun tikus berpeci menyiasati suatu kebijakan yang akan menguntungkan pribadi atau mitranya. Meski tikus berpeci memiliki bentuk yang berbeda dengan marga atau gen dari tikus, tikus berpeci juga menciptakan ancaman bagi banyak manusia. Praktik liar tikus berpeci ini sulit diberantas, beda halnya dengan memberantas tikus yang merusak tanaman padi di sawah.
Mengenai tempat, tikus berpeci menduduki tempat-tempat istimewa, ia suka tampil di hadapan banyak orang. Ia memiliki kecakapan bersosial tinggi. Beda dengan tikus di sawah yang suka berada di tempat yang kumuh, lagi bergenangan air. Tikus berpeci memiliki tempat tinggal yang mewah, bergelimang pelayanan pribadi. Pada saat tikus berpeci beroperasi layaknya tikus, disitulah ia mempraktikkan keserakahannya, tikus berpeci memakan uang negara, mengklaim tanah negara sebagai tanah pribadi.
Tikus berpeci memiliki kecakapan menyulap dari milik orang lain menjadi milik pribadi. Dari hak orang lain menjadi hak dirinya. Mengapa tikus berpeci dapat melakukan ini? Jawabannya karena tikus berpeci memiliki tanggung jawab, karena tikus berpeci memiliki para loyalis, karena tikus berpeci mampu memanipulasi kepercayaan publik. Lebih lanjut tikus berpeci dapat jadi menteri, hingga masuk bui dan tampil di TV-TV.
Lahirnya para tikus berpeci tidak sama dengan tikus pada biasanya, terkadang tikus berpeci terlahir karena ketidakmampuan menjaga integritasnya saat berhadapan dengan sistem yang layak untuk para kalangan tikus (tikus berpeci, tikus berdasi, tikus bersarung). Karena sistem para tikus tersebut dapat menjadikan suatu yang berpeci menjadi tikus yang berpeci. Tranformasi atau reposisi dari yang berpeci kemudian menjadi tikus berpeci bukan tanpa tidak disadari. Para tikus berpeci ini bukan golongan sembarangan, ia memiliki ilmu, memiliki bakat-keterampilan, mengetahui perbedaan baik dan buruk. Namun demikian, dalam hal baik dan buruk atau halal dan haram, tikus berpeci telah menganggap bahwa hal tersebut sebagai suatu yang wajar dalam ekosistem para tikus berpeci.
Dengan menggunakan peci, tikus tampak gagah, berwibawa, bermartabat, berpendidikan, berjabatan meskipun ia sadar bahwa dirinya telah berubah menjadi sejenis tikus. Binatang, derajatnya sejatinya lebih rendah dari pada derajat manusia. Bagi kalangan manusia, upaya untuk mengetahui atau mengenali tikus berpeci tidaklah susah, hanya saja ada sekelompok manusia tidak mungkin atau tidak berani mengatakan atau menunjuk subjek tersebut sebagai tikus berpeci. Hal ini terjadi sebagai akibat dari kemungkinan tikus berpeci adalah atasannya, saudaranya, suaminya, atau gurunya. Sehingga keberanian publik untuk memberantas sarang atau aktivitas tikus berpeci tidak menguat. Parahnya kalangan manusia secara tidak langsung mengikuti perintah dan keinginan para tikus berpeci.
Menurut para sosiolog, mungkin tikus berpeci terlahir sebagai akibat kondisi, sosial, ekonomi dan politik, sehingga menjadi subjek tertentu sebagai tikus berpeci. Tak peduli apakah subjek tersebut awalnya sebagai jebolan instansi keagamaan, militer, pendidikan maupun kesehatan, namun pada lanjutannya memilih hidup sebagai tikus berpeci adalah satu-satunya jalan untuk bertahan hidup. Satu-satunya pilihan untuk meningkatkan karier. Satu-satunya jalan untuk menumpuk kekayaan. Satu-satunya jalan sebagai usaha menampakkan martabat di ruang sosial.
Menariknya lagi, pola kehidupan tikus berpeci mendapat perhatian khusus bagi manusia untuk kalangan generasi muda. Mentang-mentang berpeci, bertabiat tikus pun tetap menjadi inspirasi, tetap dihormati sebagai generasi penerus para tikus berpeci. Sisi lainnya, para tikus berpeci ini tidak kikir, mereka memiliki sikap dermawan, dermawan menyelesaikan perkara tanpa mekanisme pengadilan yang seharusnya. Dermawan pula dalam menaburkan uang saat para manusia ingin memilih pemimpin barunya.
Tikus berpeci memiliki daya adaptasi yang tinggi. Dengan tidak menyebut bahwa tikus berpeci adalah raja dari segala raja. Sehingga bukan saja tikus-tikus sesama mereka yang diurus, tetapi juga umat manusia pun masuk dalam skema permainan para tikus berpeci. Sungguh keberadaan tikus berpeci ini harus mendapat perhatian serius bagi umat manusia. Jangan sempat kehidupan manusia dalam berbangsa dan bernegara digantikan oleh para tikus berpeci yang mengambil alih kepemimpinan dan mengendalikan masa depan bangsa dan negara. Hayo!!! Adakah tikus berpeci itu di sekitarmu?