Oleh Zulfata, M.Ag
Direktur Sekolah Kita Menulis (SKM)
Memang akal sehat tidak sama penggunaannya dengan Sinovac, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna atau vaksin merah putih. Karena akal sehat belum dipandang sebagai “vaksin” dalam ancaman covid-19. Soal tarik-ulur dagang vaksin, kelangkaan oksigen, pelayanan khusus bagi wakil rakyat, hingga pelaksanaan kebijakan penanganan pandemi yang simpang-siur sejatinya adalah beberapa bentuk virus tambahan yang sedang dialami Indonesia saat ini. Sederet persoalan tersebut, ditambah lagi dengan ketidakjelasan pengungkapan kasus korupsi bantuan sosial (bansos) di tengah pandemi. Atas kondisi inilah seharusnya Indonesia dapat memandang keberadaan akal sehat sebagai vaksin.
Vaksin secara umum diartikan sebagai zat yang membantu tubuh dalam melawan penyakit tertentu. Maka, akal sehat sebagai vaksin adalah suatu kesadaran pikir untuk mencegah dan melawan segala bentuk penyelewengan kekuasaan agar tidak terjadinya penyakit sosial yang kemudian mengancam ketahanan negara dan bangsa. Pada posisi inilah sejatinya peran akal sehat juga penting untuk dipertimbangkan seiring meningginya kebutuhan vaksin saat pendemi.
Sederhanya, akal sehat adalah vaksin bagi manusia yang berfikir dan bersikap selama pandemi. Dengan menggunakan akal sehat, manusia akan dituntun untuk saling empati, meningkatkan praktik gotong-royong untuk sama-sama tidak mendistribusikan virus corona terhadap orang lain. Selanjutnya, dengan akal sehat pula para pemangku kebijakan dapat menciptakan dan menyiasati penerapan kebijakan secara adil dan harmonis. Sehingga penerapan kebijakan dalam menyelamatkan kemanusiaan justru tidak dengan praktik yang merendahkan nilai kemanusiaan.
Dari sisi peran vaksin (medis) yang semakin dibutuhkan sebagai bagian yang integral dalam misi penyelamatan manusia dari cengkraman covid-19 yang variannya terus menjadi-jadi. Dengan adanya vaksin ini, secara tidak langsung ingin menciptakan pola hidup dengan herd immunity. Sehingga dimungkinkan manusia dapat berdampingan dengan covid-19. Pola ini sering disebut sebagai kehidupan new normal (kenormalan baru).
Tidak ingin mempertentangkan antara vaksin (medis) dengan akal sehat sebagai vaksin, seyogianya dua bentuk vaksin ini harus digunakan dalam misi penyelematan negara yang sekarang tampak mengalami kewalahan. Kewalahan ini terjadi di antaranya adanya proses ketidak efektifan saat melaksanakan program vaksinasi, ditambah lagi dengan peran akal sehat seolah tidak penting dalam menyelamatkan Indonesia dari ancaman krisis masa pandemi.
Banyak keanehan yang terjadi di Indonesia selama pandemi, mulai ketidakjelasan koordinasi lintas elite istana, hingga sikap masyarakat yang masih tinggi ketidakpercayaannya terhadap aktor-aktor pemerintah. Betapa tidak, sedang grafik kematian warga negara meningkat, masih ditemukan pejabat pemerintah yang melakukan korupsi bansos.
Parahnya, di tengah warga negara mengalami kelangkaan oksigen dan keterdesakan rawat inap di rumah sakit, justru wakil rakyat dengan gagahnya menginginkan layanan khusus di hotel mewah. Sugguh gejala pejabat publik seperti ini sedang terjangkit virus yang merusak negara. Untuk mencegah agar tidak terulangi, maka pejabat publik sedemikian harus diberikan vaksin akal sehat.
Ketika vaksin akal sehat sukses memberikan kekebalan bagi para pejabat publik dan kalangan istana, dimungkinkan kepercayaan publik meninggi terhadap pemerintah. Dengan hadirnya kondisi seperti ini tentu pemerintah akan dipatuhi oleh masyarakat dalam segala hal kebijakan yang diberlakukan. Sebab ketika pemerintah memberlakukan kebijakan dengan dasar pijakan akal sehat, maka dengan keterdesakan apapun, masyarakat di seluruh Indonesia pasti mematuhi keputusan yang diberlakukan pemerintah. Namun demikian kondisi seperti inilah yang belum menjadi kenyataan selama penanganan pandemi di negeri ini.
Beda halnya dengan potret kekuasaan yang dilahirkan dalam pesta demokrasi dengan kekuasaan selama pandemi. Jika dalam pesta demokrasi sikap penguasa adalah cerminan dari perilaku rakyat, maka pada saat covid-19 hal yang sebaliknya justru terjadi. Sikap atau perilaku masyarakat adalah cermin dari tingkah penguasa (pejabat publik). Artinya, wajar-wajar saja ketik pejabat publik (eksekutif dan legislatif) masih ada yang berhasrat untuk korupsi dan ingin dilayani secara istimewa selama pandemi. Kaka tidak mengherankan ketika warga negara saat ini masih dominan yang tidak mematuhi peraturan pemerintah.
Pola hubungan pemerintah dengan warga negara yang belum saling percaya, ini terjadi karena masih adanya kejanggalan-kejanggalan yang terdapat di beberapa kebijakan selama pandemi. Sehingga komunikasi publik antara pejabat dengan rakyat harus terus diperbaiki. Dengan upaya memperbaiki komunikasi publik seperti ini senantiasa kegaduhan terkait kebijakan dan sikap pejabat dan rakyat tidak menjadi beban tambahan dalam penanganan pandemi saat ini.
Dengan problem negara sedemikianlah sejatinya vaksin akal sehat harus terus digelorakan tanpa terpaku pada pencarian siapa yang salah dan siapa yang benar. Vaksin akal sehat tidak perlu disebarkan dengan jumlah anggaran yang membengkak, media menyebarakan vaksin akal sehat dapat berupa memberikan keteladanan dan menciptakan kebijakan secara tulus tanpa pamrih dalam menyelematkan jiwa warga negara.
Pertanda vaksin akal sehat tidak dianggap penting dapat ditemui ketika kebijakan terus berganti-ganti hingga substansi kebijakan dari yang lalu dengan yang sedang diberlakukan saat ini hampir tak ada bedanya. Perbedaan kebijakan cenderung terlihat pada pergantian nama kebijakan dan belum memberikan dampak efisiensi yang signifikan terhadap kondisi masyarakat, terutama bagi masyarakat miskin kota. Dengan realitas kebutuhan vaksin yang terus mendesak bagi kondisi negara hari ini, senantiasa kesadaran untuk sama-sama menyuntik vaksin akal sehat dari seluruh warga negara Indonesia harus menjadi gerakan kultural sebagai bagian dari upaya penyelamatan Indonesia dari ancaman pandemi beserta dampak berganda yang terus dihadirkannya.
Ketika vaksin akal sehat tidak dianggap ampuh dalam misi penyelamatan bangsa, sungguh memungkinkan berbagai macam nama vaksin yang didistribusikan atau diciptakan di negeri ini akan terbentur pada kekacauan. Jika tidak terjadi pada kekacauan dalam bentuk Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), maka dapat pula dalam bentuk persilangan pendapat terkait vaksin medis yang semakin membingungkan rakyat.
Mencermati kondisi Indonesia saat ini, covid-19 memang sudah menguasai wilayah Indonesia dengan indikator bahwa covid-19 telah berhasil menguasai sendi perekonomian bangsa, membatasi mobilitas warga negara, dan ia telah sukses menyebabkan kematian rakyat yang tidak sedikit jumlahnya. Dengan kondisi seperti ini pula memang Indonesia tidak pantas untuk mengibarkan bendera putih terhadap covid-19.
Sebab bangsa ini masih punya manusia-manusia yang merawat akal sehat agar Indonesia mampu merdeka dari covid 19. Hanya saja manusia-manusia yang merawat akal sehat ini tidak berbanding lurus jumlahnya dengan manusia yang merawat perilaku koruptif. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk tidak menjadikan vaksin akal sehat sebagai vaksin sokongan dalam menyelamatkan Indonesia dari ancaman pandemi yang saat ini belum memberikan tanda-tanda berakhir.