Oleh : Lasma Farida
“Anak Ine, tolong jangan buat keributan! Redamkan emosimu, Nak! Ine dari sini langsung ke Bandara.Selamat Belajar, Nak.Jaga Nenek, ya!” utaian kalimat amanah itu, diungkap oleh Linda sembari memeluk dan mencium pipi putrinya yang bernama Lony. Lony tersenyum manja dan mengganguk.
“Iya Ineku. Hati-hati di jalan, Ne.” Lony turun dari mobil dan melambaikan tangannya dan memandangi mobil Honda Jazz warna merah yang dikendarai oleh Inenya itu, berlalu sampai menghilang dari pandangannya.
Lony dengan bergegas masuk ke pintu gerbang SMPN X Redelong, ketika menuju pintu kelas VIII.1 dia berpapasan dengan Anggun, Speca dan Mirna.
“Halo cantik, Lony anak janda kembang yang kaya raya. Bagaimana kabarmu?” ucap Anggun dengan sinis.Lony hanya diam dan melemparkan senyum kepada Aggun, dia terus melangkah menuju meja belajarnya di barisan depan dekat pintu.
“Jadikan aku sebagai saudari tirimu. Aku ingin tahu, bagaimana punya ibu tiri yang cantik dan kaya. Sayangnya, Ibumu suka keluyuran gitu!” celetuk Speca yang duduk di kursi deretan belakang Lony, Mirna yang berada di Samping Speca menimpali suasana dengan gelak tawanya.
Lony sangat geram mendengar celetuk dan tawa dati teman-teman sekelasnya. Dia ingin membuka kaus kakinyauntuk menyumbat mulut busuk mereka.Ia pun mengurungkan niatnya karena teringat amanah dari Ine.Tanpa menghiraukan ucapan jorok yang dilontarkan oleh teman sekelasnya, dia pergi ke perpustakaan.
Lony memilih kursi yang paling nyaman, pojok paling belakang dekat jendela menjadi tempat pilihan untukmegisi diary. Hanyadiary tempat dia mengadu dan bercerita. Air matanya tumpah membasahi buku yang sedangditulisnya.
“Hei, Lony! Boleh aku duduk di sini?” canda Rania. Lony terkejut dan tersenyum manis kepada sahabatnya.
“Silakan duduk cantik!” Rania duduk di depan Lony.
“Tidak ada di kelas, aku tahu friend di sini. Pasti ini kerjaan mulut busuk itu, sehingga matamu sembab. Maaf aku tidak bisa bantuseperti ketikakita kelas 6 SD dan kelas 1 tahun lalu.Entah kenapa sekolah menolak usulanku untuk pindah ke kelasmu?” Lony memeluk Rania.
“Makasih banyak,friend.”Lony menunjuk ke jendela pustaka. “Itu lihat! Pinal pertandingan basket akan segera dimulai. Kita nonton yukk!”
Mereka berdua segera menuju lapangan basket, mencari lokasi yang strategis dan nyaman untuk menonton. “Rania. Kita pindah, yuk! Tuh ada Pak Subehi.” Mereka terlambat Pak Subehisudah di depan mata.
“Inemu sombong, dia menolak lamaran Bapak.Apa karena bapak miskin jadi tidak pantas untuk jadi pengganti Ama Lony?” ujar Pak Subehi di tengah keramaian pertandingan antar sekolah.
“Maaf Pak, Ama tidak bisa tergantikan oleh siapapun.” Ucap Lony seraya menarik tangan Rania untuk menjauh dari pak guru yang tidak tahu tata krama. Mereka memilih duduk di kantin menikmati teh dingin dan kentang goreng. Tengah asik menikmati suasana itu, rombongan mulut busuk mendekati mereka.
“Lony sama Rania rupanya di sini,” kata Anggun.“Hei, Lony. Ibumu kan janda, kenapa tidak mau menerima lamaran dari bapakku?” celetuk Mirna.
Pyaarr...!
Tanpa berpikir panjang, Lony melempar sebuah gelas duralex tepat mengenai muka Mirna. “Jaga mulutmu, Mirna!” JantungLony berdegup kencang manakala mendengar ucapan Mirna.
“Aku hanya bercanda, Lony. Memangnya salah jika aku menyebut ibumu janda?” ucap Mirna. Darah segar terlihat mengalir deras di pelipis kepalanya.
Mungkin itu hanya sebuah gurauan, tapi tidak bagi Lony. Ia akan selalu teringat pada Mulyan, sosok Ama yang telah meninggal akibat kanker lidah kala Lony masih berusia 12 tahun. Semua memori pahit kembali menyapa manakala ia mengikuti ujian nasional SD.
Seperti biasanya, Ibu Khairan selalu membantu Linda menyiapkan sarapan dan bekal makan siang untuk Lony. Di meja makan jepara yang terdapat di ruang dapur bagian tengah.Pagi hari ini, ada sesuatu yang berbeda dengan biasanya di mana Lony belum juga hadir untuk sarapan pagi bersama.
“Sebentar ya, Lin. Ibu mau menengok Lony di kamarnya,” ucap Ibu khairan
“Saya saja yang menemui Lony Bu,” kata Linda
Linda bergegas menujukamar Lony yang berada di sebelah utara dari meja makan. Mengetuk pintu kamar,namun tidak ada sahutan. Ia pun membuka pintu kamar dan mendapatkan Lony berbaju seragam sekolahdengan mata yang sembab, duduk di ranjang memeluk boneka besar karakter minions pemberian almarhumAma Lony.
“Assalamualaikum cantik,” ucap Linda dengan senyuman seraya memeluk putri tunggalnya. Perlahan,Linda melepaskan pelukannya dan menatap wajah anaknya. Linda berusaha mencari tahu apa yang terjadi pada anaknya sehingga tidak semangat sekolah danmemilih murung di dalam kamar. “Anak Ine, ada apa sayang? Tolong ceritakan sama Ine, Nak!” Lony hanya diam lalu memeluk Linda.
“Ine, sekolah menskors Lony selama 4 hari. Ini surat dari sekolah untuk Ine. Tolong maafin Lony,Ne!” ungkap Lony sembari menyerahkan selembar kertas putih yang disimpan di bawah boneka kesayangannya. Dengan gemetar Linda menerima surat itu dan mengecup kening Lony.
“Mari makan Nak! Nanti kita bahas tentang surat ini ya, Sayang,” bujuk Linda dengan suara yang mulai parau dan berat.Wajah Linda terlihat sangat sedih.Air matanya sengaja dibendung agar tetap terlihat tegar dan kuat di mata buah hatinya.Linda dapat merasakan beban berat yang dirasakan oleh putrinya itu. Linda menghela napas menahan segenap rasa yang berkecamuk di jiwanya, dia menggandeng tangan Lony menuju meja makan.
Lony tidak selera mencicipi makanan kesukaanya. Linda terus berusaha agar Lony mau menghabiskan sepotong roti dan segelas susu buatan neneknya. Setelah sarapan, Linda merapikan meja makan dan mengajak Lony dan ibundanya berbicara dari hati ke hati.
“Ibu dan Lony, kita pindah ke ruang keluarga, yuk!”
“Bukannya ini sudah waktunya kamu pergi kerja, Lin? Lony juga mau sekolah, nanti kalian terlambat,” ucap Ibu Khairan kepada putri dan cucu kesayangannya.
“Linda tidak masuk kerja hari ini, Buk. Linda sudah cancel beberapa agenda rapat. Lony tidak sekolah, ada keistimewaan selama 4 hari. Lony tidak diizinkan masuk sekolah.”
Ibu khairan dan Lony hanya terdiam saling pandang dan berebut bantal sofa berwarna coklat. Linda yang sedang membaca surat yang menskors Lony, jadi memperhatikan kehangatan antara cucu dengan nenek yang berada di depannya itu. Air mata Linda tidak bisa terbendung, dia memeluk dua wanita kesayangannya itu.
“Alhamdulillah, Allah memberikan kebahagiaan dan semangat melalui kalian dua bidadari surga,” ungkap Linda dengan deraian air mata keharuan.
“Lony. Ine sudah baca surat ini, Nak. Ine mohon sayang, semoga ini merupakan hal yang terakhir kalinya kita mendapatkan teguran dari sekolah. Linda bicara sembari menunjukan surat skors yang sudah basah oleh rembesan air mata itu.
Lony bersujud dalam pangkuan Linda, “Maaf, Ne. Lony sudah berusaha membendung emosi, tapi tidak bisa. Ini buku diary Lony, apa yang mereka lakukan tidak sanggup Lony ucapkan dengan kata-kata. Semua perlakuan mereka, ada dalam buku ini Ne!”
“Lony puassudah memberikan pelajaran yang sangat berharga. Kita tidak mengganggu mereka. Kenapa mereka mengusik kehidupan kita? Lony capek dengan semua ini, Lony tidak membenci mereka,hanya saja Lony tidak mau Ama dan Ine dihina. Menjadi janda di usia muda itu bukan pilihan Ine, tapi takdir Allah. Andai saja mereka paham.” Lony mengakhiri kalimatnya dengan menutup wajahnya dengan bantal sofa. Ibu Khairan memberi insyarat dengan jari telunjuknya agar Linda memberikan waktu untuk Lony istirahat.
“Lony, yuk kita istirahat di kamar Nenek!” Lony menggangguk dan mengikuti saran dari neneknya.
Linda terhunus sepi dalam kehampaan. Setiap kalimat yang diucapkan oleh Lony, dipahami dan diresapinya. Timbul rasa kasihan yang sangat dalam kepada putrinya, masih terlalu belia sudah menghadapi berbagai konflik sehingga ada tindakan juga kalimat yang semeskinya belum wajar didengar dan diucapkan oleh buah hatinya.
Hal yang sama juga dialami olehLinda.Dia juga sering dicibir oleh tetangga,danbawahannya. Hanya saja, karena dia merupakan pimpinan, anak buahnya tidak berani terang-terangan membicarakan Linda yang sering mengikuti rapat dan menjumpai klien guna memajukan perusahaan yang pernah hampir gulung tikar. Semenjak Mulyan sering sakit, perusahaan berjalan macet dan saham berkurang. Linda merasa bersalah karenaterlalu fokus pada perusahaan sehinggaLony kurang mendapat perhatian darinya.Lony tumbuh dalam keadaan tertekan oleh orang di sekitarnya.
Ibu Khairan datang dari kamar, menemui Linda yang masih terpaku di ruang keluarga, “Lony sudah tidur. Ibu tidak ingin Lony menderita seperti ini! Ibu paham kenapa kamu selalu menolak lamaran beberapa lelaki yang ingin jadikan kamu sebagai istrinya.” Setelah diam beberapa saat dan menarik napas, dia melanjutkan nasehat untuk putri sulungnya. “Tolong pikirkan lamaran dari Ibu mertuamu dan Fatimah. Kita tahu kenapa Fatimah menjodohkanmu dengan Johan,suaminya yang tidak lain adalah abang kandung dari almarhum Mulyan. Kemaren, ketika kamu di luar kota, Fatimah dan Johan memenuhi panggilan dari pihak sekolah. Lony berkelahi dengan 3 orang temannya di lapangan basket.”
Dengan mata berkaca-kaca dan pikiran kalut marut Linda menanggapi pembicaraan ibunya. Linda sangat takut, ibundanya jatuh sakit karena problemyang yang sedang menimpah kehidupannya dan Lony. “Baiklah Buk, Linda terima lamaran tersebut. Ini semua untuk Lony dan keluarga kita. Linda harus hidup poligami dengan Kak Fatimah yang menderita penyakit kanker rahim dan tidak bisa memberikan keturunan kepada Bang Johan.”
“Pertimbangan Linda menerima Bang Johan karena dia walinya Lony. Harta Bang Mulyan tidak jatuh kepada orang yang tidak bertanggung jawab dan garis keturunan keluarga mertua tidak terputus. Maka untuk itu,Linda akan berusaha kuat menjalani kehidupan ini Bu, Linda harus bicarakan hal ini dengan Lony.”
Linda memandang foto keluarga, tanpa dia sadari Lony sudah lama berada di ruangan itu dan mendengarkan pembicaraan mereka. Lony memeluk Linda dari belakang. Linda terkejut dan berpaling, dia mendapatkan senyuman indah dari putri tunggalnya. “Lony mendengar semuanya, Ne. Lony setuju dan merestui rencana pernikahan ini. Pak Kul Johan akan jadi Ama Johan dan Lony punya Ine dan Ibu Fatimah.”
“Setelah kamu menikah dengan Johan, Ibu akankembali ke kampung. Ibu rindu rumahdanadik-adikmu. Ibusudah lama tidak ke kuburan Ayahmu. Maka tolong persiapkan dirimu untuk pernikahan ini!”
Masa menjalani skors berakhir, hari ini Lony sudah bisa kembali belajar seperti semula. Lony seperti tuan putri, semua menyambutnya dengan keceriaan. Ibundanya Johan, Fatimah, Ibu Khairan, Johan dan Linda menikmati sarapan pagi bersama di meja makan jepara itu. Johan membuka pembicaraan, “Mulai saat ini, Ama yang antar dan jemput Lony ke sekolah. Jika ada yang mengejek Lony, tolong kasih tahu Ama,” ucap Johan. Lony sangat bahagia, kembali ceria dan semua anggota keluarga ikut bahagia melihatkeceriaan Lony.
Ketika menjemput di sekolah, Johan dan Linda mendapatkan Lony berwajah murung dan mata sembab duduk termenung di samping pintu gerbang sekolah. “Lony, kenapa nak? Ceritakan sama Ama dan Ine!” ujar Johan.
“Mereka kembali membicarakan Lony dan menyindir Lony sebagai anak pelakor dan anak pelaku poligami. Lony tidak berkelahi, cuma sedih. Kita menjalankan hal yang baik, tetapi mereka selalu menggangap kita penjahat.”
“Sekarang mereka di mana? Antarkan Ama ke sana!” pinta Johan, dengan murka dia turun dari mobil. Menjumpai kepala sekolahdan bagian kesiswaan. Johan dan Linda menyerahkan buku diaryLony dan menceritakan tentang penderitaan yang dialami oleh anandanya.Johan memohon agar nama baik Lony segera dibersihkan karena sudah terlanjur dicap brutal. Petugas piket sekolah, segera mencari anak-anak yang disebutkan oleh Lony, dan menghubungi orang tua dari anak-anak tersebut.
Keesokan harinya, setelah senam pagi. Kepala sekolah memberikan pengarahan dan peringatan keras kepada seluruhkeluarga besar SMPN X Redelong, “Pihak sekolah memohon maaf kepada Lony sekeluarga atas kasus bullying yangdialaminya. Hal ini tidak boleh terulang! Pelaku pembulian akan mendapat sanksi yang berat dari sekolah. Kita harus banyak belajar dari Lony terutama kesabarannya, dan keberaniannya dalam melindungi kemuliaan seorang ibu.”
Bener Meriah, 10 September 2019