BERAWANGENWS – Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mengingatkan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset dikaji mendalam. Hal ini penting untuk menghindari potensi kerugian bagi konsumen dan masyarakat yang taat hukum. RUU ini menyentuh langsung hak kepemilikan pribadi yang dilindungi UUD 1945.
BPKN memahami desakan publik agar RUU ini segera disahkan, mengingat maraknya korupsi dan kejahatan ekonomi. Namun, kepastian hukum, akuntabilitas, dan perlindungan konsumen harus menjadi prioritas dalam setiap pasal.

Ketua BPKN, Muhammad Mufti Mubarok, menekankan pentingnya kehati-hatian dalam merancang RUU ini. "Instrumen perampasan aset memang diperlukan untuk memulihkan kerugian negara dan menutup celah kejahatan ekonomi. Tetapi desainnya harus presisi agar tidak berbalik menimbulkan ketidakadilan bagi warga yang taat hukum," ujarnya.
Beberapa titik kritis yang perlu diperhatikan antara lain, batasan yang jelas atas objek dan ruang lingkup aset yang dapat dirampas, adopsi proses hukum yang ketat, serta perlindungan pihak ketiga yang beritikad baik. Konsep perampasan aset tanpa pemidanaan (NCBAF) juga harus dipagari standar pembuktian yang tinggi dan pengawasan peradilan yang ketat.
Transparansi dan akuntabilitas juga menjadi kunci. Publikasi putusan, pelaporan periodik, audit independen, dan kanal pengaduan yang mudah diakses harus diwajibkan. Sinkronisasi dengan KUHAP/KUHP dan aturan sektoral lainnya juga penting untuk menghindari tumpang tindih dan kerugian bagi pelaku usaha dan konsumen.
Mufti menambahkan, kesalahan desain pada definisi, beban pembuktian, atau prosedur eksekusi dapat berdampak langsung pada masyarakat. Rekening bisa dibekukan tanpa kepastian, aset sah terdampak, atau konsumen yang beritikad baik ikut menanggung risiko.
Oleh karena itu, partisipasi publik yang bermakna, termasuk uji dengar pendapat dengan komunitas konsumen, akademisi, dan pelaku usaha, perlu dimaksimalkan sebelum pengesahan. Negara harus tegas melawan korupsi dan kejahatan ekonomi, tetapi jangan sampai mencederai hak rakyat.
"Kami mendukung penuh upaya negara untuk merampas aset hasil korupsi dan kejahatan ekonomi. Namun, jangan sampai rakyat yang jujur, taat hukum, dan beritikad baik ikut terdampak karena aturan yang terburu-buru. RUU ini harus dikaji secara cermat, transparan, dan melibatkan partisipasi publik," tegas Mufti.
BPKN mendukung penguatan pemberantasan korupsi melalui perampasan aset yang terukur dan adil. "Cepat boleh, asal tepat. RUU ini harus menjadi instrumen efektif memulihkan kerugian negara tanpa menggerus hak konstitusional warga dan konsumen yang beritikad baik," pungkasnya.