BERAWANGNEWS.COM – Sejumlah akademisi menyoroti potensi sekaligus tantangan besar dalam pemanfaatan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) untuk mengidentifikasi pertanyaan riset prioritas di sektor kesehatan. Dalam sebuah ulasan yang dipublikasikan di Journal of Global Health, para peneliti mempertanyakan apakah Large Language Models (LLM) seperti ChatGPT dapat diandalkan untuk menentukan arah penelitian yang paling mendesak dan berdampak, sebuah tugas yang krusial bagi kemajuan medis global.
Publikasi tersebut disusun oleh Profesor John Garry dari Queen’s University Belfast (QUB), Profesor Mark Tomlinson dari Stellenbosch University dan QUB, serta Profesor Maria Lohan dari QUB. Mereka menggarisbawahi bahwa meski AI menawarkan kecepatan dan efisiensi, terdapat persoalan mendasar terkait transparansi dan keterlibatan manusia yang tidak bisa diabaikan.
Potensi Efisiensi dan Jangkauan Luas
Penggunaan AI dinilai menawarkan efisiensi dari segi waktu dan biaya. Proses tradisional untuk menentukan prioritas riset sering kali melibatkan survei yang kompleks dan mahal terhadap para pemangku kepentingan, mulai dari peneliti, praktisi kebijakan, hingga organisasi pendana.
Menurut para penulis, AI memiliki kemampuan untuk secara sistematis memeriksa lautan data dan pengetahuan manusia yang tersimpan secara digital untuk mengidentifikasi pertanyaan riset yang krusial. “Faktanya, satu studi tentang kesiapsiagaan pandemi telah menunjukkan bahwa latihan berbasis AI menghasilkan daftar pertanyaan prioritas yang serupa dengan studi yang dilakukan manusia,” tulis para peneliti, merujuk pada bukti awal potensi teknologi ini.
Tantangan Transparansi ‘Kotak Hitam’
Kendala utama yang disorot adalah masalah eksplikabilitas atau yang sering disebut sebagai “masalah ‘kotak hitam’ (black box problem)”. Tidak seperti riset yang dipimpin manusia di mana prosesnya dapat dirinci secara transparan, cara kerja AI dalam menghasilkan kesimpulan sering kali tidak jelas.
“Apa sebenarnya yang dilakukan oleh alat seperti ChatGPT ketika diminta untuk menghasilkan pertanyaan prioritas penelitian?” tanya para penulis. Kurangnya kejelasan ini dapat menggerus kepercayaan terhadap hasilnya. Meskipun hasilnya tampak masuk akal, ketidaktahuan mengenai proses di baliknya menimbulkan keraguan. Seperti yang pernah diungkapkan mendiang Perdana Menteri Irlandia, Garret FitzGerald: “Saya dapat melihat bahwa itu berfungsi dalam praktik, tetapi apakah itu berfungsi dalam teori?”
Risiko Mengesampingkan Peran Manusia
Kekhawatiran lain adalah potensi AI untuk mengasingkan para praktisi dan peneliti yang perannya sangat vital dalam mengimplementasikan temuan riset di lapangan. Keunggulan dari proses penentuan prioritas yang dipimpin manusia adalah keterlibatan aktif para pemangku kepentingan.
Para penulis menjelaskan bahwa proses ini menumbuhkan rasa kepemilikan dan inklusi yang demokratis. Sebaliknya, jika daftar prioritas riset “dihasilkan dengan sekali klik tombol AI,” para pemangku kepentingan mungkin akan memandang sinis temuan tersebut. Hal ini dapat memperburuk keterasingan, terutama di bidang-bidang di mana kolaborasi antar pemangku kepentingan masih kurang kuat.
Meski demikian, para peneliti mengakui adanya potensi AI untuk memperkaya pengetahuan yang ada. “Bisakah alat AI secara potensial mengidentifikasi pertanyaan prioritas yang pada dasarnya sebagus yang diidentifikasi oleh manusia, tetapi diproduksi lebih cepat dan terjangkau? Atau mungkinkah alat AI dapat mengidentifikasi pertanyaan prioritas yang secara kualitatif lebih baik: mungkin sepenuhnya baru dan inovatif?” tutup mereka dalam ulasannya.
Ini hanya untuk tujuan informasi. Untuk mendapatkan diagnosis atau saran medis, hubungi profesional.




