Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM KM UGM) secara resmi menyatakan keluar dari aliansi BEM Seluruh Indonesia (BEM SI) Kerakyatan. Keputusan ini diambil sebagai protes atas keterlibatan sejumlah politikus, pejabat daerah, aparat kepolisian, hingga pejabat Badan Intelijen Negara (BIN) dalam Musyawarah Nasional (Munas) XVIII yang digelar di Universitas Dharma Andalas, Padang, pada 13–19 Juli 2025.
Ketua BEM KM UGM, Tiyo Ardianto, pada Sabtu (19/7), menyatakan bahwa Munas tersebut telah dicederai oleh berbagai manuver politik. Menurutnya, forum yang seharusnya menjadi ruang strategis untuk merumuskan arah gerak mahasiswa justru dihadiri oleh Ketua Umum Partai Perindo, Menteri Pemuda dan Olahraga, Wakil Gubernur Sumatera Barat, Kapolda Sumbar, dan perwakilan BIN daerah.
“Kehadiran elit politik dan aparat keamanan mencederai independensi gerakan mahasiswa,” kata Tiyo.
Tindakan menarik diri ini, menurut Tiyo, adalah bentuk tanggung jawab untuk menjaga jarak dengan kekuasaan. Kekecewaan BEM KM UGM diperparah dengan adanya karangan bunga dari Kepala BIN daerah Sumatera Barat. Baginya, karangan bunga itu “bukan sekadar simbol ucapan selamat, tetapi tanda bahaya karena upaya menjinakkan gerakan mahasiswa.”
Selain intervensi eksternal, BEM KM UGM juga menyoroti adanya kericuhan internal yang kental dengan perebutan posisi di dalam forum. Sementara itu, dilansir dari pernyataan Ketua BEM Universitas Dharma Andalas, Rifaldi, panitia mengundang para pejabat tersebut dalam kapasitas mereka sebagai bagian dari forum koordinasi pimpinan daerah (Forkopimda) untuk membuka acara seremoni.
Pesan di Instagram @bemkm_ugm
Kepada Kawan-Kawan Aliansi BEM SI Kerakyatan:
demi meneguhkan nilai & kesetiaan pada gerakan rakyat,
BEM KM UGM menarik diri dari Aliansi BEM SI Kerakyatan.
Jakarta, 18 Juli 2025
Tiyo Ardianto
Ketua BEM KM UGM