Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM KM UGM) secara resmi menyatakan menarik diri dari aliansi BEM Seluruh Indonesia (BEM SI) Kerakyatan. Keputusan ini diambil pasca Musyawarah Nasional (Munas) XVIII BEM SI di Padang yang dinilai penuh konflik, diwarnai kekerasan, dan mencederai independensi gerakan mahasiswa.
Sikap tegas ini diumumkan melalui keterangan resmi bertajuk “Keterangan Resmi BEM KM UGM tentang Sikap Penarikan Diri dari Aliansi BEM SI Kerakyatan pasca Musyawarah Nasional XVIII di Padang” yang ditandatangani Ketua BEM KM UGM, Tiyo Ardianto, pada 20 Juli 2025. Dalam pernyataannya, BEM KM UGM mengungkapkan kekecewaan mendalam terhadap jalannya Munas. “Yang terjadi justru paradoks: forum tersebut menjadi ruang konfliktual nir-substantif sekaligus tempat penguasa memoles muka,” tulis BEM KM UGM.
Baca juga: BEM UGM Keluar dari Aliansi BEM SI Kerakyatan
Berikut adalah isi lengkap keterangan resmi yang dirilis oleh BEM KM UGM Kabinet Transformasi 2025 pada 20 Juli 2025:
Keterangan Resmi BEM KM UGM tentang Sikap Penarikan Diri dari Aliansi BEM SI Kerakyatan pasca Musyawarah Nasional XVIII di Padang
- Sejak awal, BEM KM UGM tidak memiliki ambisi atas segala kontestasi untuk menjadi sesuatu apapun dalam struktur Kepengurusan BEM SI. Cukuplah bagi BEM KM UGM berperan menjadi bagian yang meletakkan pondasi pada masa awal kelahiran BEM SI tahun 2007 dan selanjutnya membersamai.
- BEM KM UGM hadir, melalui Tiyo Ardianto selaku Ketua, Sheron Adam Funay selaku Wakil Ketua Bidang Analisis, dan Fedora Rifqi Ramadhan selaku Koordinator Bidang Pergerakan untuk membersamai forum yang kami memandangnya sebagai ruang strategis untuk merumuskan arah gerak perjuangan mahasiswa untuk rakyat.
- Yang terjadi justru paradoks: forum tersebut menjadi ruang konfliktual nir-substantif sekaligus tempat penguasa memoles muka. Sesama mahasiswa bisa baku hantam dan saling mengumpat, bukan karena keberpihakan atau ideologi yang berbeda, tapi karena ada sesuatu yang diperebutkan: entah apa.
- Kehadiran orang-orang yang merupakan simbol kekuasaan, seperti Ketua Umum Partai Perindo, Menteri Pemuda dan Olahraga, Wakil Gubernur Sumatra Barat, dan Kapolda, serta Kepala BIN Daerah Sumatra Barat — bagi kami, mencederai independensi gerakan. Apalagi dengan merdeka mereka pamerkan kebersamaannya bersama mahasiswa pada media sosialnya. Mungkinkah mereka masuk ke forum murni diundang, atau karena ada tiket masuk yang telah mereka dapatkan?
- BEM sebagai lembaga pergerakan, bagi kami, mesti memberi batas yang tegas dan harus berjarak dengan penguasa. Tapi, BEM SI tidak memberikan teladan yang membanggakan.
- Kami melihat dengan jelas: sebuah karangan bunga yang datang pagi hari, disembunyikan, lalu dimunculkan kembali ketika momen pembukaan (saat para elit politik dan aparat itu datang). Sebuah karangan bunga dari Kepala BIN Daerah Sumatra Barat. Sebenarnya, kemesraan apa yang terjalin antara BEM SI dan BIN sehingga hadir karangan bunga?
- Ya, ada kekacauan yang berlangsung fajar hari pada Jumat, 18 Juli 2025. Dua mahasiswa terluka: satu patah tulangnya, satu lebam muka dan berdarah bibirnya. Yang lain, trauma secara psikis karena ketegangan dan ancaman yang ada. Kami prihatin dan menyesalkan kejadian itu. Bagi kami, tidak ada jabatan yang berharga untuk direbut sampai harus ribut. Kesatuan kita adalah aset berharga bagi gerakan rakyat sipil.
- Keterangan yang bisa kami sampaikan sangat terbatas. Seperti fenomena gunung es, apabila kami buka semua, bukan mustahil BEM kampus lain akan menarik diri semua. Tapi, cukuplah keterangan ini menjadi penjelasan atas sikap yang kami ambil untuk menjaga kemurnian gerakan.
- BEM KM UGM memegang teguh nilai dan marwah gerakan. Kami memilih jalan sunyi tapi bercahaya: setia bersama Rakyat Indonesia.
BEM KM UGM Not For Sale.
Jakarta, 20 Juli 2025
Tiyo Ardianto
Ketua BEM KM UGM