Notification

×

iklan dekstop

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Dilema dan Eksistensi Komite Sekolah/Madrasah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di Bener Meriah

Senin, 22 Februari 2021 | Februari 22, 2021 WIB Last Updated 2021-02-22T10:11:41Z



Oleh : Turham AG, S. Ag, M. Pd
(Dosen IAIN Takengon dan Mahasiswa Program S-3 UIN Sumatera Utara)

Memenuhi tuntutan peningkatan mutu pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 28 tahun 2016 terus diupayakan sampai sekolah/madrasah mencapai Standar Pendidikan Nasional (SNP), untuk mencapai mutu tersebut beberapa sekolah/madrasah telah membentuk Tim Penjaminan Mutu Pendidikan Sekolah/Madrasah (TPMPS/M) dan bekerja secara maksimal, namun tidak dapat dipungkiri masih banyak sekolah/madrasah yang belum melakukan hal itu

Berdasarkan Permendiknas No. 28 tahun 2016, komite sekolah/madrasah merupakan suatu unsur yang harus ada dalam TPMPS/M selain pendidik dan tenaga kependidikan lainya untuk melakukan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI). Artinya keberadaan komite di sekolah/madrasah sangat penting dan dibutuhkan, oleh sebab itulah pemerintah melalui menteri mengeluarkan aturan khusus untuk komite yaitu Permendikbud No. 75 tahun 2016 untuk komite sekolah dan Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 16 Tahun 2020 untuk komite madrasah

Komite sekolah/madrasah adalah suatu lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, tokoh masyarakat yang peduli pendidikan, dan pakar pendidikan dengan tugas meningkatkan mutu dan pelayanan pendidikan. Awal terbentuknya komite sekolah/madrasah berdasarkan Keputusan Mentri Nasional (Kepmen) No.014/U/2002 tanggal 2 April 2002 sebagai pengganti Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3).

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No 20 tahun 2003 pasal 56 ayat (3) juga menjelaskan bahwa komite sekolah/madrasah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.

Berdasarkan Pasal 56 ayat (3) UUSPN No 20 tahun 2003 itu komite sekolah/madrasah dituntut harus mampu meyakinkan para orang tua/wali peserta didik, pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat umumnya bahwa sekolah yang menjadi tempat komite tersebut dapat dipercaya dan layak sebagai tempat pendidikan yang bermutu. Dengan demikian, komite pada tataran teknis perlu mengembangkan kemampuan menganalisis biaya sekolah yang berkorelasi signifikan terhadap mutu pendidikan yang diperolehnya.

Demikian juga dengan maksud dibentuknya komite sekolah/madrasah agar ada suatu organisasi masyarakat yang mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli terhadap peningkatan mutu dan kualitas sekolah. Komite sekolah/madrasah yang dibentuk dapat dikembangkan secara khas dan berakar dari budaya, demografis, ekologi, nilai kesepakatan, serta kepercayaan yang dibangun sesuai dengan potensi masyarakat setempat. Oleh karena itu, komite sekolah yang dibangun harus merupakan pengembangan kekayaan filosofis masyarakat secara kolektif. Artinya, komite sekolah/madrasah perlu mengembangkan konsep yang berorientasi kepada pengguna (client model), berbagai kewenangan (power sharing and advocacy model), dan kemitraan (partnership model) yang difokuskan pada peningkatan mutu dan pelayanan pendidikan.

Komite disuatu sekolah harus tetap eksis, namun fungsi, tugas, maupun tanggung jawabnya serta peran disesuaikan dengan kebutuhan sekolah. Peran komite sekolah/madrasah bukan hanya sebatas pada mobilisasi sumbangan, dan mengawasi pelaksanaan pendidikan, tetapi esensi dari partisipasi komite sekolah adalah meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan perencanaan sekolah yang dapat merubah pola pikir, keterampilan, dan distribusi kewenangan atas individual dan masyarakat yang dapat memperluas kapasitas manusia meningkatkan taraf hidup dalam sistem manajemen pemberdayaan sekolah.

Bila dilihat eksistensi komite sekolah/madrasah di Bener Meriah saat ini sebahagian besar tidak relevan bila dimasukan menjadi anggota TPMPS/M karena tingkat pengetahuan dan kemapuan mereka dalam peningkatan mutu layanan dan kualitas pendidikan masih tergolong rendah. Padahal sejatinya komite harus memiliki program kerja dalam upaya peningkatan mutu layanan pendidikan yang dikolaborasikan dengan Kepala Sekolah/Madrasah.

Masalah lainya yang menyebabkan komite tidak relevan menjadi anggota TPMPS/M disebabkan ketidak pahaman mereka tentang 8 standar mutu pendidikan yang harus dicapai sebagaimana dimaksud Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 tahun 2005 dan UUSPN No 20 tahun 2003. Untuk ini sangat perlu dilakukan pembinaan, pendampingan terhadap pengutan kapasitas komite sekolah/madrasah oleh Dinas Pendidikan, Kementerian Agama Kabupaten Bener Meriah, kabid/kasi dan juga pengawas. Tetapi sepertinya pembinaan maupun pendampingan terhadap komite belum ada yang melakukan.

Keberadaan komite di sebahagian sekolah/madrasah sepertinya hanya sebagai pelengkap dalam struktur, hal ini disebabkan ketidak pahaman dan tidak mengertinya sebahagian kepala sekolah/madrasah tentang peran, fungsi, tugas dan keberadaan komite di sekolah/madrasah yang mereka pimpin.

Bahkan beberapa sekolah/madrasah ditemukan komite hanya ditunjuk oleh kepala, bukan dilakukan pemilihan secara demokrasi. Jumlah pengurus juga hanya 1 (satu) orang, padahal berdasarkan Permendikbud No. 75 tahun 2016 dan PMA No. 16 Tahun 2020 komite harus dipilih secara demokrasi berdasarkan musyawarah orang tua/wali peserta didik dengan jumlah pengurus minimal 5 (lima) orang dan maksimal 15 (lima belas) orang

Disisi lain keberadaan komite hanya dimanfaatkan kepala sebagai petugas melegalisasi pengumpulan dana dari orang tua/wali peserta didik yang telah dirumuskan atau dirancang kepala sebelumnya, juga sebagai memobilisasi kekuatan dalam mengatasi masalah.

Kondisi seperti itu tercermin dalam sikap kepala yang tidak melibatkan komite dalam penyusunan Rencana Kegiatan Sekolah/Madrasah (RKS/M), Rencana Kerja Tahunan (RKT), Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah/Madrasah (RKAS/M) termasuk menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah/ Madrasah (RAPBS/M). Padahal keikutsertaan komite dalam menyusun RKS/M, RKT, RKAS/M maupun RAPBS/M merupakan sebahagian dari peran komite.

Majelis Pendidikan Daerah (MPD) Kabupaten Bener Meriah dalam perannya mengajak stake holder pendidikan agar memiliki atensi dan berpartisipasi aktif meningkatkan mutu pelayanan pendidikan, telah berupaya maksimal untuk mensosialisasikan peran, fungsi dan tugas komite dalam meningkatkan mutu layanan pendidikan, mendampingi pemilihan dan melakukan revitalisasi terhadap kepengurusan komite di Kabupaten Bener Meriah, tetapi sangat terbatas sekali komite sekolah yang dapat didampingi

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa komite sangat berperan membantu meningkatkan mutu layanan pendidikan, namun peran, fungsi dan tugasnya tidak dipahami secara keseluruhan baik oleh komite itu sendiri maupun kepala sekolah/madrasah, sehingga eksistensinya menjadi pelengkap struktur dan sebagai lembaga “stempel” bagi sekolah/madrasah, hal itu terjadi akibat kurangnya sosialisasi, pembinaan, pendampingan dan penguatan kapasitas komite oleh pemangku kebijakan. Masih terjadinya miskonsepsi antara komite dan kepala sekolah/madrasah juga menjadi problema tersendiri yang perlu mendapat pencerahan dari semua pihak.

Dalam rangka memaksimalkan peran dan fungsi, tugas serta eksistensi komite di sekolah/madrasah untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan, alangkah lebih baik jika semua pihak yang berkompoten terhadap pendidikan agar bersama-sama melakukan sosialisasi, pembinaan dan pendampingan serta peningkatan kapasitas komite, sehingga mereka dapat memahami peran, fungsi dan tugasnya dalam meningkatkan kualitas dan mutu layanan pendidikan, demikian juga kepala sekolah/madrasah kiranya dapat menyatukan persepsi tentang komite. Sehingga pada gilirannya mutu pendidikan di Bener Meriah akan meningkat.